Cara Mengatasi Suami Yang Suka Main Hp

Cara Mengatasi Suami Yang Suka Main Hp

Disebutkan dalam Al-Qur'an, judi merupakan perbuatan setan

Keharaman perbuatan judi merupakan status mutlak yang telah tertulis dalam ayat suci Al-Qur'an, tepatnya dalam QS Al-Maidah ayat 90, berbunyi:

إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan,” (QS. Al Maidah: 90).

Dalam ayat tersebut, Allah menyebut judi sebagai salah satu bentuk perbuatan setan. Judi perlu dihindari karena bersifat haram.

Dengan menjauhi segala perbuatan yang dilakukan setan, maka hidup akan terasa lebih tentram dan tenang. Uang yang dihasilkan dari judi baik sedikit maupun banyak tetaplah haram.

Istri bisa memutuskan bercerai jika tidak terima suaminya berjudi

Salah satu sikap baik Allah adalah Maha Pemaaf alias mudah memaafkan umatnya. Jika sudah diberitahu dan suami ingin berhenti dengan bertobat, maka Allah akan mengampuninya.

“Kalau dia (yang berjudi) mau bertobat, maka dia tak berdosa. Orang yang bertobat maka tidak berdosa,” jelas Ustaz Somad.

Jika seorang suami terlibat perjudian, maka pilihan istri hanyalah dua, yakni memaafkan atau menerimanya. Jika Mama tidak mau terima, maka Mama bisa memutuskan hubungan.

“Kalau ibu tak mau terima, maka bercerai. Ibu bisa memutuskan hubungan namanya khulu, kalau laki laki namanya talak artinya cerai. Kalau mau lanjut, suami yang bertobat bisa diterima dengan baik. Kalau nggak terima bisa gugat ke pengadilan,” pungkasnya.

Jadi itulah cara menyikapi suami yang suka main judi menurut ustaz Abdul Somad. Semoga informasinya membantu, ya.

Binsar Hutapea | 14 Januari 2022 | 11:00 WIB

TABLOIDBINTANG.COM - Tidak mudah menikah dengan seseorang yang pemarah. Beberapa suami mungkin bisa mengendalikan diri ketika marah sehingga tidak menyakiti istri mereka. Namun, tak dipungkiri juga ada yang karena emosi tega melakukan kekerasan pada pasangannya.

Jika Anda pernah mengoreksi kebiasaan marah suami, tetapi dia tidak berubah, jangan khawatir. Anda bisa melakukan beberapa cara ini untuk menghadapi pasangan yang pemarah.

Tetap tenang saat suami marah

Ketika melihat suami marah, Anda mungkin terdorong untuk berdebat dan terlibat dalam perang kata-kata yang kejam. Namun, sebenarnya cara yang paling baik adalah mencoba meredakan situasi dengan tetap tenang dan tidak membalas ejekannya. Memiliki pertengkaran yang buruk bisa membuat pasangan Anda lebih marah dan menjadi agresif dan lebih kasar. Oleh karena itu, cobalah melontarkan kata-kata Anda dengan suara yang menenangkan dengan pertimbangan untuk mengakhiri pertengkaran.

Bangun jaringan di luar pernikahan Anda

Mungkin wajar bila Anda ingin menyampaikan kesedihan kepada ibu mertua atau mungkin ipar perempuan Anda. Namun, mungkin saja mereka tak pernah tahu sisi pemarah suami Anda. Karenanya, penilaian mereka mungkin bias dan dalam kasus terburuk, mereka mungkin menolak untuk mempercayai ketika Anda berbicara tentang masalah kemarahan suami Anda. Oleh karena itu, Anda harus memiliki sistem pendukung dari teman atau kerabat yang dapat Anda percayai.

Jangan pernah takut untuk pergi

Wanita sering kali takut meninggalkan pertengkaran yang memanas karena tahu betul bahwa itu mungkin berakhir dengan kekerasan fisik. Meskipun itu bukti kalau Anda menghargai pasangan, tetapi Anda harus lebih memperhatikan keselamatan diri sendiri dan pergi tepat waktu sebelum pertengkaran berujung pada perkelahian. Jika Anda telah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan seksual dalam pernikahan, maka Anda harus menghubungi pihak kepolisian setempat untuk meminta bantuan. Jangan pernah takut menjauh dari situasi yang buruk, karena Anda dapat membangun kembali hidup Anda menjadi lebih bahagia.

Fimela.com, Jakarta Kita hidup di era digital, di mana smartphone, tablet, dan komputer telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Tentu dengan adanya tekonologi yang semakin berkembang dapat memudahkan kita dalam melakukan banyak hal. Namun, perlu kita sadari bahwa kita juga perlu memiliki kendali dalam menggunakan teknologi tersebut. Jika tidak, maka kita akan mengalami beberapa masalah baik itu untuk kehidupan sosial atau bagi kesehatan tubuh kita.

Terlalu asyik dengan dunia maya bisa menjauhkan dan merusak hubungan sosial kita baik itu dengan teman, keluarga atau bahkan dengan pasangan. Tak sedikit beberapa pasangan mengeluh tentang pasangan mereka yang terlalu malas dan suka menghabiskan banyak waktu bermain gadget. Tapi tenang, Sahabat Fimela bisa mengatasi permasalah tersebut dengan beberapa tips berikut dari FIMELA. Penasaran? Yuk, simak selengkapnya di bawah ini.

Segera ambil tindakan jika suami mama ketahuan bermain judi baik online maupun offline

Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Seiring berkembangnya teknologi yang semakin maju, marak terjadinya kasus judi online. Hal tersebut tentu membuat para istri di luar sana mulai waspada terhadap sikap pasangannya. Sebagai seorang istri, Mama dituntut untuk lebih memperhatikan suaminya, jangan sampai suami terjerumus dalam dunia perjudian.

Bagi Mama yang mempunyai suami sudah terlibat permainan judi, Ustaz Abdul Somad menganjurkan untuk segera mengambil sikap. Usahakan jangan dibiarkan begitu saja. Kebiasaan buruk tersebut bisa diatasi dengan bantuan wali mama.

Melansir dari kanal YouTube Dakwah Singkat Padat, berikut Popmama.com telah merangkum informasi terkait cara menyikapi suami yang suka main judi menurut Ustaz Abdul Somad.

Segala bentuk perjudian yang dilakukan secara offline atau online hukumnya haram

Dengan bermodalkan internet dan sepeser uang ribuan rupiah, banyak orang memilih mengadu nasib terjun ke dunia perjudian. Padahal, judi online merupakan sikap buruk yang perlu dihindari umat muslim.

Mengutip dari laman resmi MUI, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Abdul Muiz Ali, telah menegaskan bahwa segala bentuk perjudian yang dilakukan secara langsung (offline) atau daring (online) itu hukumnya haram.

Selain istri, wali juga perlu memberitahukan suami untuk berhenti berjudi

Semua lika-liku kehidupan merupakan musibah yang telah ditakdirkan oleh Allah SWT. Ujian yang diberikan pasti sesuai dengan kemampuan hambanya masing-masing. Lagi pula, segala bentuk ujian diberikan agar umat-Nya mendapat pahala sebagai bekal masuk surga.

Ustaz Abdul Somad menjelaskan bahwa seorang istri mempunyai enam orang wali, yaitu ayah, kakek, abang, adek, abang dari ayah, dan adek dari ayah.

Jika suami dari Mama bermain judi, maka yang harus dilakukan bukanlah memarahi suami, namun disarankan untuk melaporkan hal tersebut kepada wali yang dipercayai.

“Kalau suami ibu main judi, maka ibu bukan ngamuk ngamuk sama bapak, tapi melapor kepada wali. Wali yang memanggil suami untuk diberitahu,” kata Ustaz Somad.

Jangan Salahkan, Ajak Bicara

Jangan langsung menyalahkan suami atas kecanduannya dengan gadget. Alih-alih, ajak dia bicara dengan lembut. Tanyakan bagaimana perasaannya terkait penggunaan gadget yang berlebihan dan apa yang mungkin membuatnya terlalu terlibat dalam dunia maya.

Suami-Suami yang Suka Memukul—Tinjauan dari Dekat

DENGAN suara bulat para ahli menyetujui bahwa pria yang suka memukul istri pada dasarnya mempunyai ciri-ciri yang sama. Para dokter, ahli hukum, polisi, pejabat pengadilan, dan karyawan di bidang kemasyarakatan—yang pekerjaannya membuat mereka sehari-hari berhubungan dengan kekerasan dalam keluarga—semuanya menyetujui hal ini. Seorang pejabat pengadilan mengatakan, ”Cinta kepada diri sendiri—itulah ciri utamanya. Persamaan (analogi) antara pemukul istri dan seorang anak kecil benar-benar luar biasa. Kisah mengenai ledakan kemarahan diceritakan oleh setiap wanita yang saya tangani. Si pemukul dapat berhubungan secara baik dengan dunia hanya jika dunia ini dapat memenuhi kebutuhannya.” Pejabat ini menyebut si pemukul ”sosiopatis” (sociopathic), yang berarti ia tidak mampu mempertimbangkan akibat dari tindakannya.

”Hal yang menarik,” kata seorang penulis, ”pria yang suka menganiaya pada umumnya memiliki citra diri yang sangat rendah, perasaan yang sama yang mereka coba paksakan ke dalam diri korban mereka.” ”Sifat menguasai dan cemburu, juga ketidakmampuan seks dan perasaan rendah diri, adalah ciri-ciri umum dari pria yang suka memukul wanita,” kata seorang wartawan. Menyetujui ciri-ciri seorang penganiaya istri, seorang psikiater terkemuka menambahkan pendapatnya, ”Pemukulan adalah salah satu cara dari pria yang rendah diri untuk membuktikan kejantanannya.”

Jelaslah bahwa seorang pria penganiaya akan menggunakan kekerasan sebagai alat untuk mempertahankan kendali dan memperlihatkan kekuasaan atas teman hidupnya. Seorang penganiaya istri menyatakan, ”Jika kami berhenti memukul, kami akan kehilangan kendali. Dan hal itu sama sekali tidak boleh terjadi, dan tidak bisa diabaikan.”

Sering, tanpa alasan, suami yang suka memukul mempunyai sifat ingin memiliki yang tidak masuk akal dan merasa cemburu. Ia mungkin mengkhayalkan hubungan yang romantis antara istrinya dengan pengantar pos, pengantar susu, teman dekat keluarga, atau siapa saja yang ditemui istrinya. Sekalipun ia memperlakukan istrinya dengan kasar, menyakiti tubuhnya, ia sangat kuatir akan perpisahan atau kehilangan istrinya. Jika istri yang dianiaya mengancam untuk meninggalkan dia, ia mungkin berbalik mengancam akan membunuhnya dan kemudian bunuh diri.

Perasaan cemburu sering muncul pada waktu sang istri hamil. Suami bisa jadi merasa terancam akan kemungkinan bahwa kasih sayang istrinya akan berpindah darinya, bahwa sang bayi akan menjadi pusat perhatian. Banyak wanita yang dipukul melaporkan bahwa tanda pertama dari penganiayaan oleh suami adalah ketika suami mereka memukul perut dengan sangat keras selama masa kehamilan yang pertama. ”Perasaan cinta kepada diri sendiri (narsisisme) yang dimiliki suami akan menyebabkan ia benar-benar ingin membunuh bakal anak tersebut,” kata seorang pejabat pengadilan.

Segi lain dari ciri-ciri pemukul istri adalah siklus kekerasan yang dialami, sebagaimana diteguhkan oleh banyak istri yang dipukul. Pada tahap pertama, suami mungkin hanya akan menggunakan caci-maki atau bahasa kotor. Ia mungkin mengancam akan mengambil anak-anak dari istrinya, dengan mengatakan bahwa istrinya tidak akan melihat anak-anak lagi. Karena merasa terancam, sang istri akan mengakui bahwa segala sesuatu adalah salah dia, bahwa dialah penyebab dari perlakuan kasar suaminya. Kini ia berada di bawah telapak tangan suaminya. Sang suami memegang kendali. Namun ia harus memiliki kekuasaan yang lebih besar. Tahap pertama ini dapat timbul setiap saat setelah perkawinan—kadang-kadang hanya dalam beberapa minggu setelahnya.

Tahap kedua mungkin akan disertai ledakan kekerasan—menendang, meninju, menggigit, menarik rambut, membanting istrinya ke lantai, mengadakan hubungan seks dengan cara yang sangat kasar. Untuk pertama kali, sang istri menyadari bahwa itu bukan salah dia. Ia berpikir bahwa penyebabnya mungkin berasal dari luar—stress di tempat kerja atau ketidakcocokan dengan teman-teman sekerja.

Segera setelah ledakan kekerasan tersebut, sang istri dihibur oleh penyesalan suaminya. Sang suami kini berada pada tahap ketiga dari siklus tersebut. Ia melimpahi istrinya dengan hadiah-hadiah. Ia memohon pengampunannya. Ia berjanji bahwa hal tersebut tidak pernah akan terjadi lagi.

Namun hal itu terjadi lagi, dan berulang kali. Tidak ada lagi penyesalan. Sekarang hal itu menjadi cara hidup. Ia selalu mengancam akan membunuh istrinya jika sang istri mengancam akan meninggalkan rumah. Ia kini berada dalam kekuasaan penuh suaminya. Ingat kata-kata seorang pemukul istri yang tadi dikutip, ”Jika kami berhenti memukul, kami akan kehilangan kendali. Dan hal itu sama sekali tidak boleh terjadi.”

Pria yang suka memukul istri selalu akan mempersalahkan teman hidup mereka karena memancing pemukulan. Seorang direktur program dari biro jasa bantuan untuk wanita-wanita yang dipukul melaporkan, ”Si pemukul akan mengatakan kepada pasangan wanitanya, ’Kamu tidak melakukan hal ini dengan benar, karena itu saya memukulmu.’ Atau, ’Makan malam terlambat, itulah sebabnya saya memukulmu.’ Selalu sang wanita yang salah dan jika tindakan mempermainkan emosi tersebut berlangsung selama bertahun-tahun, sang wanita dicuci otak untuk mempercayainya.”

Seorang istri diberitahu oleh suaminya bahwa dialah yang memancing perlakuan-perlakuan kasar tersebut melalui hal-hal yang ia lakukan dengan salah. ”Dengan meningkatnya kekerasan, meningkat pula dalih-dalihnya. Dan selalu dikatakan, ’Lihat apa yang telah saya lakukan gara-gara kamu. Mengapa kamu ingin agar saya melakukan kekerasan seperti ini?’”

Seorang bekas pemukul istri, yang ayahnya juga suka memukul istri, mengatakan, ”Ayah saya tidak pernah dapat mengakui bahwa ia salah. Ia tidak pernah meminta maaf atau mau bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya. Ia selalu menyalahkan korbannya.” Putranya juga mengakui, ”Saya menyalahkan istri saya sebagai penyebab semua penganiayaan yang diterimanya.” ”Selama 15 tahun,” kata yang lain, ”saya menganiaya istri saya karena ia seorang Saksi Yehuwa. Saya menyalahkan istri saya untuk segala sesuatu. Saya tidak menyadari bahwa apa yang saya perbuat begitu jahat sampai saya mulai belajar Alkitab. Sekarang hal itu menjadi kenangan yang buruk dalam hidup saya. Saya mencoba untuk melupakannya, namun hal itu selalu ada dalam ingatan saya.”

Kisah mengenai ayah dan anak, yang kedua-duanya suka memukul istri, bukan hal yang unik. Hal tersebut, sebaliknya, merupakan ciri-ciri umum dari suami yang suka memukul. Sang anak mengakui bahwa pemukulan istri telah berlangsung 150 tahun dalam keluarganya, seolah-olah diteruskan dari ayah ke anak. Menurut Koalisi Nasional Melawan Kekerasan dalam Keluarga (di A.S.), ”dari antara anak-anak yang menyaksikan kekerasan di rumah, 60 persen dari anak laki-laki akhirnya menjadi pemukul istri dan 50 persen dari anak-anak perempuan menjadi korbannya”.

Seorang penulis surat kabar mengatakan, ”Sekalipun mereka mungkin tidak kena pukul dan tidak memperlihatkan gangguan secara lahiriah, anak-anak ini telah mempelajari sesuatu yang mungkin tidak pernah akan mereka lupakan, bahwa mengatasi problem dan stress dengan cara kekerasan dapat diterima.”

Mereka yang menyediakan penampungan bagi wanita-wanita yang dipukul mengatakan bahwa anak laki-laki yang pernah melihat ibu mereka dipukul oleh ayah mereka sering berlaku kasar terhadap ibu mereka atau mengancam akan membunuh saudara-saudara perempuan mereka. ”Ini bukan hanya permainan anak-anak,” kata seseorang. ”Itu niat yang sungguh-sungguh.” Setelah melihat orang-tua mereka menggunakan kekerasan untuk mengatasi kemarahan, anak-anak menganggap itu sebagai satu-satunya pilihan mereka.

Ada sebuah lagu anak-anak (dalam bahasa Inggris) yang mengatakan bahwa anak-anak perempuan terbuat dari ”gula dan penyedap, dan segala sesuatu yang enak”. Anak-anak perempuan ini kelak tumbuh menjadi ibu dan istri, yang kepadanya sang suami mengatakan ’saya tidak dapat hidup tanpa engkau’. Jadi, jelas sekali bahwa keadilan menentang tindakan penganiayaan terhadap istri, namun keadilan siapa—manusia atau Allah?