Raja Pattani Thailand Yang Pertama Masuk Islam Bernama
Daftar 5 Kerajaan Islam Pertama Di Indonesia
Kerajaan Perlak adalah salah satu kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berdiri pada tahun 840 M dan berakhir pada tahun 1292 M. Kerajaan ini terletak di wilayah Aceh, Sumatera Utara. Raja pertama dari Kerajaan Perlak adalah Raja Perlak I, yang memerintah selama beberapa dekade. Kerajaan Perlak dikenal sebagai pusat perdagangan yang makmur pada masanya. Mereka memiliki hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara, serta dengan kerajaan-kerajaan di India dan Timur Tengah. Peninggalan penting dari Kerajaan Perlak adalah Masjid Perlak, yang hingga saat ini masih berdiri kokoh sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia.
Kerajaan Ternate didirikan pada tahun 1257 M dan terletak di Kepulauan Maluku, Indonesia Timur. Raja pertama dari Kerajaan Ternate adalah Raja Baab Mashur Malamo, yang memerintah dengan bijaksana selama beberapa dekade. Kerajaan Ternate dikenal sebagai pusat perdagangan rempah-rempah yang sangat penting pada masa itu. Mereka menguasai produksi dan perdagangan cengkih, pala, dan rempah-rempah lainnya. Raja-raja Ternate juga terkenal karena hubungan mereka dengan bangsa Eropa, terutama Portugis dan Spanyol. Peninggalan bersejarah dari Kerajaan Ternate meliputi Benteng Kastela, sebuah benteng yang dibangun untuk melindungi pulau dari serangan musuh.
Kerajaan Samudera Pasai didirikan pada tahun 1267 M dan berakhir pada tahun 1521 M. Kerajaan ini terletak di Aceh, Sumatera Utara. Raja pertama dari Kerajaan Samudera Pasai adalah Raja Merah Silu, yang memerintah dengan kebijaksanaan dan keadilan.
Kerajaan Samudera Pasai terkenal sebagai pusat Islam yang penting di Asia Tenggara. Mereka memiliki hubungan dagang dengan negara-negara Arab, India, Cina, dan Persia. Kerajaan ini juga menjadi pusat pembelajaran Islam, dengan banyak sarjana dan ulama terkemuka berasal dari sini.
Peninggalan bersejarah dari Kerajaan Samudera Pasai meliputi Masjid Agung Samudera Pasai, yang merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia.
Kesultanan Gowa berdiri pada tahun 1300 M dan berakhir pada tahun 1945 M. Kesultanan ini terletak di Sulawesi Selatan. Raja pertama dari Kesultanan Gowa adalah Raja Tumenanga Ri Gau, yang memerintah dengan keberanian dan kebijaksanaan.
Kesultanan Gowa dikenal sebagai pusat perdagangan dan kekuatan militer di wilayah Sulawesi Selatan. Mereka memiliki hubungan dagang yang luas dengan negara-negara tetangga dan bangsa Eropa.
Kesultanan Gowa juga terkenal dengan seni dan budaya mereka, termasuk seni ukir kayu dan seni pahat batu. Peninggalan bersejarah dari Kesultanan Gowa meliputi Benteng Somba Opu, sebuah benteng yang dibangun untuk melindungi ibu kota kesultanan.
Kesultanan Malaka didirikan pada tahun 1405 M dan berakhir pada tahun 1511 M. Kesultanan ini terletak di Malaka, Malaysia, tetapi memiliki pengaruh yang kuat di wilayah Indonesia, khususnya di Sumatera dan Jawa. Raja pertama dari Kesultanan Malaka adalah Raja Parameswara, yang memerintah dengan kebijaksanaan dan keadilan.
Kesultanan Malaka dikenal sebagai pusat perdagangan yang penting di Selat Malaka. Mereka mengendalikan jalur perdagangan rempah-rempah antara Asia Timur dan Eropa.
Kesultanan Malaka juga menjadi pusat pembelajaran Islam yang penting, dengan banyak sarjana dan ulama terkenal berasal dari sini. Peninggalan bersejarah dari Kesultanan Malaka meliputi A Famosa, sebuah benteng yang menjadi simbol penting dari kekuasaan Kesultanan Malaka.
Demikianlah sejarah singkat dari 5 Kerajaan Islam Pertama di Indonesia, termasuk raja-raja dan peninggalan bersejarah mereka. Meskipun mereka telah berakhir, warisan mereka tetap hidup dalam kebudayaan dan sejarah Indonesia, menjadi saksi bisu dari masa lalu yang kaya dan beragam.
KOMPAS.com - Bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang datang ke Indonesia. Masuknya bangsa Portogis ke Indonesia awalnya hanya untuk berdagang dan disambut ramah oleh penduduk.
Namun lama-lama Portugis ingin menguasai Indonesia dengan memonopoli rempah-rempah. Karena Indonesia merupakan negara yang kaya akan rempah-rempah dan menjadi incaran bangsa asing.
Dalam buku Sejarah Indonesia: Masuknya Islam hingga Kolonialisme (2020) Ahmad Fakhri Hutauruk, pada masa imperialisme kuno, Portugis dan Spanyol merupakan dua kerajaan Katolik yang mempunyai kekuatan armada laut, teknologi navigasi, dan perkapalan yang maju jika dibandingkan negara-negara lain.
Baca juga: Rempah-Rempah, Alasan Bangsa Eropa Datang ke Indonesia
Kedua negara tersebut juga merupakan bangsa Eropa yang menjadi pelopor penjelajahan samudra. Dalam pencarian itu lah sampai ke Asia.
Portugis tiba di Malaka pada 1509. Ini setelah Raja Portugal mendengar laporan-laporan pertama yang berasal dari pedagang Asia mengenai kekayaan Malaka yang sangat besar.
Kemudian Raja Portugal mengutus Diogo Lopes de Sequeira untuk menemukan Malaka guna menjalin persahabatan dengan penguasanya.
Pada awalnya kedatangan Portugis disambut baik oleh Sultan Mahmud Syah.
Akan tetapi komunitas dagang Islam Internasional yang ada di kota itu menyakinkan Sultan Mahmud bahwa kedatangan Portugis merupakan ancaman.
Kemudian Sultan Mahmud memerangi dengan menyerang Portugis. Bahkan menawan beberapa orang beberapa orang.
Setelah diserang, Portugis berlayar ke laut lepas. Di sana, Portugis mempersiapkan diri. Karena penaklukan merupakan satu-satunya cara yang terbuka bagi Portugis untuk memperkokoh diri.
Pada April 1511, Afonso de Albuquerque melakukan pelayaran dari Portugis menuju Malaka dengan membawa pasukan sekitar 1.200 orang dan 17 atau 18 kapal.
Baca juga: Rempah-rempah Khas di Indonesia
Peperangan pun terjadi dan berlangsung terus menerus secara sporadis sepanjang bulan Juli dan awal Agustus.
Dalam peperangan tersebut, Portugis berhasil meraih kemenangan. Kemenangan Portugis tidak lepas adanya masalah internal di pihak Malaka.
Portugis pun mempersiapkan pertahanan Malaka. Ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya serangan balik dari orang-orang Malaka.
Setelah berhasil menguasai Malaka, Albuquerque memerintahkan kapal-kapal yang pertama datang untuk melakukan pelayaran mencari kepulauan rempah-rempah.
Rombongan yang dipimpin Afonso de Albuquerque tiba di Maluku pada 1512.
Di sana Portugis disambut baik oleh Kerajaan Ternate yang sedang bertikai dengan Kerajaan Tidore.
Di sana Portugis diizinkan untuk membangun sebuah benteng di wilayah Ternate. Benteng tersebut diberi nama Benteng Sao Paolo.
Baca juga: Lada, Rajanya Rempah-rempah Dunia Ada di Indonesia
Kesempatan itu dimanfaatkan dengan baik oleh Portugis.
Selain membantu Kerajaan Ternate melawan Kerajaan Tidore, Portugis secara berlahan mulai memonopoli perdagangan yang ada di Ternate.
Rempah-rempah memang menjadi tujuan utama kedatangan Portugis ke Wilayah Indonesia.
Dengan harga beli yang murah, pastinya akan mendapatkan keuntungan yang berlimpah ketika mencapai pasar Eropa dan Amerika.
Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud), pada perkembangan selain melakukan monopoli perdagangan dan ikut campur dalam pemerintahan dalam negeri. Portugis juga juga menyebarkan agama Katholik.
Sejumlah lembaga survei merilis agama terbesar di dunia berdasarkan jumlah pemeluknya. Menurut laporan terbaru, jumlah pemeluk agama terbesar di dunia kini mencapai 2,38 miliar.
Pada 18 Januari 2023 lalu, Statista Research Department merilis statistik agama di dunia. Secara berurutan, agama terbesar di dunia adalah Kristen, disusul Islam, Hindu, lalu Buddha. Agama Yahudi (Yudaisme) meskipun penting karena menjadi dasar dari agama Nabi Ibrahim AS, namun hanya dianut oleh 13 juta orang.
Lembaga riset yang berbasis di Washington DC Amerika Serikat, Pew Research Center, memproyeksikan pemeluk agama Kristen akan mencapai 2,9 miliar pada 2050. Sedangkan Islam mencapai 2,8 miliar dan Hindu sebanyak 1,4 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merangkum World Atlas, setidaknya ada 10 agama terbesar di dunia berdasarkan jumlah pemeluknya saat ini. Berikut di antaranya.
Jumlah Pemeluk Agama Terbesar di Dunia
1. Kristen 2,38 miliar2. Islam 1,90 miliar3. Hindu 1,16 miliar4. Budha 506 juta5. Shinto 104 juta6. Sikhisme 25 juta7. Yudaisme 14 juta8. Taoisme 12 juta9. Konfusianisme 6 juta10. Caodaisme 4,4 juta
KOMPAS.com - Kerajaan-kerajaan di Nusantara mulai berubah menjadi kesultanan pada abad ke-13.
Perubahan menjadi kesultanan dan pemakaian gelar sultan oleh para penguasanya merupakan salah satu bukti awal mengenai islamisasi di Asia Tenggara.
Raja Islam di Indonesia yang pertama kali memakai gelar sultan adalah Meurah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh.
Sultan Malik as-Saleh adalah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Samudera Pasai, yang diyakini sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Baca juga: Apa Kerajaan Islam Pertama di Indonesia?
Sejarah pemakaian gelar sultan di Indonesia
Pada asalnya, sultan diartikan sebagai kekuasaan. Namun, pada masa Dinasti Seljuk mengungguli Kekhalifahan Abbasiyah, gelar sultan berubah makna menjadi penguasa.
Gelar sultan semakin populer digunakan oleh para penguasa kesultanan pada masa pemerintahan Dinasti Mamluk di Mesir (1250-1517) dan mencapai puncaknya pada masa kekuasaan Turki Ottoman.
Di antara para penguasa Turki Ottoman atau Kesultanan Utsmaniyah, Bayazid I (1389-1402) yang kali pertama memakai gelar sultan.
Di Indonesia, raja Islam yang pertama kali memakai gelar sultan adalah Meurah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, seperti tertera pada nisan kuburnya.
Sultan Malik as-Saleh adalah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Samudera Pasai yang berkuasa antara tahun 1267 hingga 1297.
Baca juga: Hikayat Raja-raja Pasai: Isi dan Ringkasan Ceritanya
Dari Hikayat Raja-Raja Pasai diketahui bahwa Meurah Silu masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekkah.
Meurah Silu kemudian diberi gelar Sultan Malik as-Saleh dan gelar itu tercantum dalam nisannya yang terdapat di kampung Samudra, Lhokseumawe, Provinsi Aceh.
Setelah itu, raja-raja Muslim di Nusantara umumnya juga menggunakan gelar sultan.
Penulis dan bendahara Portugis, Tome Pires, dalam catatannya menyebut bahwa pada abad ke-16, para penguasa Muslim yang utama di Nusantara semuanya memakai gelar sultan, sedangkan raja-raja kecil cukup puas dengan gelar raja.
Kerajaan Samudra Pasai, ditinjau dari segi geografi dan sosial-ekonomi, merupakan daerah penting yang menghubungkan Nusantara dengan India dan Arab, sehingga lebih dulu tersentuh pengaruh Islam.
Di Jawa dan Sulawesi, gelar sultan baru dipakai pada sekitar permulaan abad ke-17.
Berdasarkan himpunan hukum adat Aceh yang tercantum dalam Adat Makuta Alam yang tersusun lengkap pada masa Sultan Iskandar Muda, pengangkatan sultan melalui serangkaian prosesi.
Baca juga: Sultan Mahmud Malik Az Zahir, Pembawa Kejayaan Samudera Pasai
Menurut lembaran sejarah adat yang berdasarkan hukum (Syara'), dalam pengangkatan sultan harus semufakat hukum dengan adat.
Oleh karena itu, ketika dinobatkan, sultan berdiri di atas tabal, ulama memegang Al Quran berdiri di kanan, perdana menteri yang memegang pedang berdiri di kiri.
Pada umumnya, di tanah Aceh, pangkat sultan turun kepada anak.
Sultan diangkat oleh rakyat atas mufakat dan persetujuan ulama dan orang-orang besar cerdik pandai.
Adapun orang-orang yang diangkat menjadi sultan dalam hukum agama harus memiliki syarat-syarat bahwa ia mempunyai kecakapan untuk menjadi kepala negara, cakap mengurus negeri, hukum dan perang, sera mempunyai kebijaksanaan dalam hal mempertimbangkan dan menjalankan hukum adat.
KOMPAS.com - Kerajaan-kerajaan di Nusantara mulai berubah menjadi kesultanan pada abad ke-13.
Perubahan menjadi kesultanan dan pemakaian gelar sultan oleh para penguasanya merupakan salah satu bukti awal mengenai islamisasi di Asia Tenggara.
Raja Islam di Indonesia yang pertama kali memakai gelar sultan adalah Meurah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh.
Sultan Malik as-Saleh adalah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Samudera Pasai, yang diyakini sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
Baca juga: Apa Kerajaan Islam Pertama di Indonesia?
Sejarah pemakaian gelar sultan di Indonesia
Pada asalnya, sultan diartikan sebagai kekuasaan. Namun, pada masa Dinasti Seljuk mengungguli Kekhalifahan Abbasiyah, gelar sultan berubah makna menjadi penguasa.
Gelar sultan semakin populer digunakan oleh para penguasa kesultanan pada masa pemerintahan Dinasti Mamluk di Mesir (1250-1517) dan mencapai puncaknya pada masa kekuasaan Turki Ottoman.
Di antara para penguasa Turki Ottoman atau Kesultanan Utsmaniyah, Bayazid I (1389-1402) yang kali pertama memakai gelar sultan.
Di Indonesia, raja Islam yang pertama kali memakai gelar sultan adalah Meurah Silu, yang bergelar Sultan Malik as-Saleh, seperti tertera pada nisan kuburnya.
Sultan Malik as-Saleh adalah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Samudera Pasai yang berkuasa antara tahun 1267 hingga 1297.
Baca juga: Hikayat Raja-raja Pasai: Isi dan Ringkasan Ceritanya
Dari Hikayat Raja-Raja Pasai diketahui bahwa Meurah Silu masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekkah.
Meurah Silu kemudian diberi gelar Sultan Malik as-Saleh dan gelar itu tercantum dalam nisannya yang terdapat di kampung Samudra, Lhokseumawe, Provinsi Aceh.
Setelah itu, raja-raja Muslim di Nusantara umumnya juga menggunakan gelar sultan.
Penulis dan bendahara Portugis, Tome Pires, dalam catatannya menyebut bahwa pada abad ke-16, para penguasa Muslim yang utama di Nusantara semuanya memakai gelar sultan, sedangkan raja-raja kecil cukup puas dengan gelar raja.
Kerajaan Samudra Pasai, ditinjau dari segi geografi dan sosial-ekonomi, merupakan daerah penting yang menghubungkan Nusantara dengan India dan Arab, sehingga lebih dulu tersentuh pengaruh Islam.
Di Jawa dan Sulawesi, gelar sultan baru dipakai pada sekitar permulaan abad ke-17.
London - Kemenangan Real Madrid atas Dortmund membuat raksasa Spanyol ini sukses mengantongi 15 gelar Liga Champhions.
Nationalgeographic.co.id – Raja Charles III telah resmi dinobatkan menjadi raja Kerajaan Inggris. Dia dinobatkan karena garis keturunan leluhurnya.
Namun, dulu di awal kerajaan berdiri, apa yang membuat seorang bisa menjadi raja? Apakah otoritasnya atas penduduk di suatu wilayah atau kekuasaannya di suatu wilayah? Apakah mungkin karena seseorang mengenakan mahkota sehingga ia diangkat menjadi raja?
Ini adalah pertanyaan kunci untuk menentukan kapan dan mengapa suatu kerajaan berkembang. Contohnya, dalam kasus Kerajaan Inggris, siapa raja pertama di Inggris, sebelum singgasana kerajaan itu kini diduduki oleh Raja Charles?
Sejarah mencatat, Aethelstan dinobatkan sebagai Raja Anglo-Saxon pada tahun 925 dan konsensus ilmiah menempatkannya sebagai raja pertama Inggris. Jawaban ini terkesan singkat, tetapi cerita sejarahnya cukup panjang dan berbelit untuk diuraikan dan disepakati.
Cerita dimulai dengan Angles
“Untuk benar-benar mulai menemukan raja pertama Inggris, seseorang harus mulai dengan Angles,” tulis Melissa Sartore di laman National Geographic.
Nama England atau Inggris berasal dari kata Inggris Kuno Englaland, yang secara harfiah berarti tanah para Angles. Kedatangan suku-suku Jermanik ini ke tempat yang dulunya merupakan provinsi Romawi Britannia itu terjadi pada abad ke-5. Di samping Jute, Saxon, dan Frisia, Angles mendirikan permukiman di tenggara dan timur Inggris selama abad ke-6.
Seiring waktu, bahasa dan budaya Jermanik menyatu dengan praktik dan tradisi Romawi-Inggris yang ada. Pada tahun 600 Masehi, masing-masing kerajaan terbentuk di seluruh Kepulauan Inggris.
Kerajaan Jermanik ini dibentuk sesuai dengan orang-orang yang tinggal di suatu daerah, berlawanan dengan batas atau perbatasan fisik. Belakangan, kerajaan-kerajaan yang lebih kecil bergabung menjadi lebih besar, dan apa yang disebut Heptarkhia muncul.
Heptarkhia adalah penyederhanaan yang sangat besar dari pengaturan sosial, politik, dan agama yang kompleks di Inggris. Heptarkhia dibentuk dari tujuh kerajaan: Wessex, Kent, Sussex, Mercia, East Anglia, Northumbria, dan Essex.
Setiap kerajaan besar mencakup kerajaan kecil dengan pemimpinnya sendiri. “Banyak di antaranya bersaing untuk mendapatkan kekuasaan dalam lingkup pengaruh yang lebih besar,” tambah Sartore.
Aturan diciptakan dan dipertahankan melalui hubungan timbal balik yang didasarkan pada kesetiaan dan perlindungan. Sistem ekonomi bergantung pada iuran dan layanan yang terkoordinasi.
Peran Mercia dan bretwalda
Kerajaan-kerajaan besar di Inggris saling bersaing untuk menjadi yang teratas. Pada akhirnya menghasilkan perjuangan yang berputar di sekitar Kerajaan Mercia yang mendominasi kerajaan lain selama sebagian besar abad ke-8.
Ini mirip dengan apa yang dijelaskan Bede dalam Ecclesiastical History. Di sana disebutkan ada seorang penguasa yang "berkuasa" atas orang-orang di luar kerajaannya sendiri.
Kronik Anglo-Saxon menggunakan istilah bretwalda untuk mewakili konsep ini. Kronik itu menerapkan istilah tersebut pada raja-raja Anglo-Saxon yang memerintah sejak akhir abad ke-5.
Sejarah mencatat, hegemoni Mercia akhirnya bergeser, terutama pada masa pemerintahan Raja Eghbert dari Wessex (memerintah 802-839 Masehi). Di bawah Raja Eghbert, Wessex mengalahkan bangsa Mercia di pertempuran Ellendon pada tahun 825 Masehi. Setelah itu kerajaan-kerajaan besar mengakui supremasinya.
Kronik Anglo-Saxon mengidentifikasi Raja Eghbert sebagai seorang bretwalda. Identifikasi tersebut berfungsi sebagai inti dari dasar argumentasi sebagian orang bahwa Eghbert adalah raja pertama Inggris.
Apakah Raja Eghbert benar-benar bisa disebut sebagai raja pertama Inggris? Sejarah mencatat bahwa Kerajaan Wessex di bawah kendali Eghbert memang berhasil melakukan suksesi damai untuk keturunannya. Namun, kekuasaan kerajaannya belum benar-benar luas di Tanah Inggris.
Setelah kematian Eghbert, sang putra Aethelwulf naik takhta. Seorang putra yang naik tahta setelah kematian ayahnya ini menanamkan prinsip suksesi turun-temurun di Wessex.
Setelah kematian Raja Aethelwulf, tiga putranya menjabat sebagai Raja Wessex, yang akhirnya mengarah pada suksesi yang keempat pada tahun 871 Masehi. Ini adalah Alfred, pesaing lain yang juga kerap dianggap sebagai Raja Inggris pertama.
Alfred, penguasa yang tidak terduga
Alfred seharusnya tidak pernah memerintah Wessex. Ketika kakak laki-lakinya Aethelred meninggal saat berkampanye melawan perampok Skandinavia, Alfred menjadi raja.
Sebagai Raja Wessex, Alfred terus mempertahankan kerajaannya dari apa yang disebut Kronik Anglo-Saxon sebagai Great Heathen Army. Terdiri dari orang Denmark, Norwegia, dan Swedia, Great Heathen Army pertama kali tiba di Anglia Timur pada tahun 865 Masehi. Dalam satu dekade, satu-satunya kerajaan yang bertahan adalah Wessex.
Setelah mengalahkan pasukan Skandinavia di Pertempuran Edington pada tahun 878 Masehi, Alfred membuat perjanjian damai dengan pemimpin mereka, Guthrum. Perjanjian itu secara resmi menetapkan batas antara Wessex dan wilayah yang dikuasai Viking.
Namun, kehadiran permanen Skandinavia di utara, serangan Viking yang terus berlanjut, mendorong Alfred untuk mengambil langkah mengamankan kerajaan. Dia mereformasi militer dan mendirikan permukiman pertahanan. Alfred juga mendirikan angkatan laut untuk mempertahankan pantai Wessex dari serangan.
Bersamaan dengan upaya ini, Alfred melakukan aktivitas intelektual yang dianggap membantu menciptakan identitas budaya dan politik Inggris. Semua ini — dan penunjukan Alfred sebagai Raja Anglo-Saxon— menjadi alasan kuat untuk menyebutnya sebagai raja pertama Inggris.
Aethelstan, raja pertama Inggris
Alfred meninggal pada tahun 899 Masehi dan putranya, Edward the Elder, naik takhta. Edward memerintah sampai tahun 924. Setelah kematiannya, putranya Aethelstan dimahkotai sebagai raja pada tahun 925 Masehi.
Sama seperti kakek dan ayahnya, Aethelstan memulai sebagai Raja Anglo-Saxon. Dia berbeda dalam luas wilayah kekuasaannya, terutama setelah Pertempuran Brunaburh pada tahun 937 Masehi.
Pada akhir masa pemerintahan Aethelstan, dia mencapai lebih banyak sentralisasi birokrasi dan administrasi daripada para pendahulunya. Oleh para sejarawan, ia dianggap sebagai raja pertama Kerajaan Inggris.
Otoritas Aethelstan tidak pernah terbantahkan. Menurut Kronik Anglo-Saxon, dia juga menjadi raja yang membawa wilayah York dan Northumbria.
Pada tahun 937, raja-raja Skotlandia, Viking Dublin, dan sebagian Wales bersatu melawan Aethelstan. Mereka bertempur di Brunanburh.
Lokasi pasti Brunanburh masih belum jelas. Namun pertempuran yang terjadi di sana dianggap oleh banyak sarjana sebagai salah satu peristiwa penting dalam sejarah Inggris.
Pertempuran itu berakhir dengan kemenangan Aethelstan di Brunanburh. Hasilnya, kekuasaan Raja Anglo-Saxon semakin meluas hingga ke Skotlandia dan Wales. Itu juga memperkuat kekuasaannya atas seluruh Inggris.
Baca Juga: Kerap Bernasib Buruk, Benarkah Nama Raja Charles Membawa Kutukan?
Baca Juga: Bintang Afrika, Berlian Kontroversial di Tongkat Kerajaan Charles III
Baca Juga: Sejarah Dramatis Mahkota St Edward yang Digunakan Raja Charles III
Aethelstan hanya hidup selama 2 tahun setelah pertarungan tersebut. Namun bagi banyak orang, dia menjadi raja Inggris pertama yang sebenarnya dengan kemenangan itu.
Pada akhir masa pemerintahan Aethelstan, dia mencapai lebih banyak sentralisasi birokrasi dan administrasi daripada para pendahulunya. Maka tidak heran jika sejarawan menganggap ia sebagai raja pertama Kerajaan Inggris.
Kerajaan itu masih bertahan hingga sekarang, dengan Raja Charles yang kini melanjutkan takhta tersebut.
78% Daratan di Bumi Jadi Gersang dan Tidak akan Pernah Basah Kembali
Agama Terbesar di Dunia
Kristen menjadi agama terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 2 miliar penganut atau sekitar 30 persen dari populasi dunia. Meskipun terdapat perbedaan antara Protestan, Katolik, dan Ortodoks, inti kepercayaan Kristen meyakini tentang Yesus.
Agama Islam mulai muncul menjelang akhir abad ke-6 melalui risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Pemeluk Islam mencapai hampir 2 miliar yang sebagian besar tersebar di Afrika bagian utara, Asia barat, dan Indonesia. Agama ini meyakini Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa dan Rasulullah SAW adalah utusan-Nya.
Asal muasal agama yang memiliki 1,1 miliar pengikut ini sulit dijabarkan karena bermula dari penggabungan beberapa kepercayaan. Agama ini terbentuk antara tahun 2300 SM dan 1500 SM dengan Lembah Indus dekat Pakistan sebagai lokasi pertama perkembangan agama ini.
Agama ini menyembah satu dewa dan meyakini keberadaan dewa lain. Karma dan Samsara menjadi inti dari nilai-nilai yang terkandung dalam agama Hindu.
Buddha menjadi agama terbesar keempat dengan sosok Sang Buddha sebagai pembawa kepercayaan ini pada abad ke-5 SM. Agama ini menyatukan banyak keyakinan yang berbeda untuk mengembangkan filosofi revolusioner tentang identitas dan tujuan hidup manusia. Meditasi, kebaikan, dan kerja keras menjadi sarana untuk mencapai tujuan tersebut.
Kepercayaan Jepang ini tidak memiliki doktrin atau asal usul yang pasti. Dalam konsep yang sederhana, Shinto lebih condong pada gagasan tentang kami. Kami merupakan konsep personifikasi dari angin, sungai, pohon, dan elemen alam lainnya.
Agama Shinto lebih konkrit usai meletusnya Perang Dunia II, ketika Pemerintah Jepang menetapkannya sebagai agama negaranya. Hal ini bertujuan untuk menghormati kaisar sebagai kami yang hidup dan manusiawi.
Agama ini relatif baru. Menurut catatan World Atlas, Guru Sikhisme pertama lahir pada tahun 1469. Guru Nanak, seorang penduduk asli Pakistan timur laut bermigrasi ke India dan mulai mencatat serta mengajarkan wahyu-wahyunya selama perjalanan keliling dunia Islam dan Hindu sepanjang awal tahun 1500-an.
Agama yang dianut oleh 25 juta orang ini percaya bahwa semua agama pada akhirnya menyembah Tuhan yang tunggal. Salah satu filosofi yang penting dari ajaran ini adalah "Berbagilah dengan orang lain, carilah penghidupan yang jujur, renungkan nama Tuhan, dan tolak perilaku negatif."
Yudaisme atau agama Yahudi telah diamalkan selama lebih dari 3500 tahun. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan dua kerajaan Yahudi yang diperkirakan berdiri antara tahun 900 dan 700 SM. Bukti arkeologi lain berupa teks-teks agama yang mengasumsikan adanya konfederasi 12 suku yang masing-masing mengklaim sebagai keturunan Abraham.
Taoisme mengajarkan serangkaian prinsip dan aksioma yang berupaya membimbing pengikutnya menuju keseimbangan. Tao diyakini sebagai tatanan alam semesta dan tidak dipuja sebagai dewa. Agama ini meyakini, manusia akan menyatu dengan Tao setelah kematiannya.
Banyak orang menganggap konfusianisme hanya sebagai filsafat, meskipun ia berkutat seputar spiritualitas. Agama ini menempatkan pemahaman teologis tentang alam semesta, di mana umat manusia berupaya menyelaraskan diri dengan tatanan alam semesta untuk mencapai kesatuan dengan surga.
Konfusianisme juga mengajarkan bahwa umat manusia harus bertindak sesuai dengan cara moral yang jelas, seperti beramal, ketaatan kepada guru, kerendahan hati, dan kasih sayang. Agama ini didirikan pada tahun 500 SM.
Agama yang cenderung baru ini diketahui muncul pada tahun 1921 di Vietnam. Agama ini disebut sebagai wadah perpaduan banyak agama terbesar di dunia.
Hampir 4,4 juta pemeluknya menganut ajaran inti yang mengajarkan tentang keharmonisan, kesatuan dengan dewa monoteistik, reinkarnasi, dan antri-matrealisme. Agama ini memiliki hubungan dengan agama Buddha, Konfusianisme, dan Taoisme.
Berikut jumlah pemeluk agama terbesar di dunia selengkapnya.
Kerajaan Islam Pertama Di Indonesia
Indonesia memiliki sejarah yang kaya dan beragam, termasuk dalam hal kerajaan-kerajaan Islam yang pernah berdiri di wilayah ini. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi 5 kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Perlak, Kerajaan Ternate, Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Gowa, dan Kesultanan Malaka.
Setiap kerajaan memiliki sejarah yang unik, raja-raja yang berpengaruh, dan peninggalan bersejarah yang masih dapat kita saksikan hingga saat ini.